PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Usaha
restoran, dewasa ini menunjukkan perkembangan yang relatif pesat, terbukti
semakin banyaknya restoran asing yang siap saji merambah Bali. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa intensitas persaingan dalam bisnis restoran semakin kuat.
Jenis restoran seperti ini umumnya berada di lokasi-lokasi yang strategis.
Sementara restoran-restoran tradisional atau lokal yang bercirikan lambat dalam
pelayanan, relatif kalah bersaing dilokasi dimana terdapat restoran siap saji
tersebut. Jenis restoran yang menyajikan makanan dengan sangat cepat atau siap
saji dikenal dengan sebutan restoran fast food (Emerson, 1989:4).
Tampilan restoran semacam ini, mulai dari lokasi, jenis dan rasa makanan,
penataan, sistim pelayanan, dan sebagainya membawa kesan bagi sebagian orang
bahwa citra restoran tersebut mewah atau bergengsi.
Sehingga bagi konsumen yang
datang dan makan di restoran semacam ini, sedikit tidak akan terpengaruh dan
tidak jarang datang kembali untuk melakukan pembelian (repeat buying).
Kecenderungan
penduduk kota seperti di Denpasar misalnya, bahwa makan di restoran fast
food masih dinilai memiliki nilai sosial atau gengsi tersendiri, yang mampu
mengangkat kesan akan status dirinya. Kemudian sering pula ditemui bahwa restoran
semacam ini tidak hanya dimanfaatkan untuk tempat makan saja, tetapi juga untuk
tempat perayaan acara-acara ulang tahun, syukuran, sambil rekreasi dan
sebagainya. Peluang semacam ini telah dimanfaatkan oleh restoran untuk
menyediakan model pelayanan jasa yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat
sekitarnya. Di beberapa restoran seperti ini, kadang juga disediakan tempat
khusus bagi anak-anak untuk bermain, agar tidak mengganggu orang yang sedang
menikmati makanannya. Sehingga sangatlah wajar apabila dikatakan bahwa variasi
dan sistem pelayanan restoran fast food pada kenyataannya relatif dapat
mempengaruhi keputusan seseorang dalam proses pembeliannya.
Kegiatan
pembelian, apabila ditelusuri lebih dalam hanyalah merupakan salah satu tahap
dari keseluruhan proses keputusan pembelian konsumen. Menurut Pride dan ferrel
(1993:185), proses keputusan pembelian konsumen
meliputi tahap : pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi
alternatif, pembelian, dan evaluasi proses pembelian. Namun tidak selalu semua
tahap tersebut dilalui atau dilaksanakan oleh konsumen. Keseluruhan proses
tersebut biasanya dilakukan pada situasi tertentu saja, misalnya pada pembelian
pertama dan atau pembelian barang-barang yang harga atau nilainya relatif
tinggi.
Pada
dasarnya, konsumen akan lebih mudah mengambil keputusan pembelian yang sifatnya
pengulangan atau terus menerus terhadap produk yang sama. Apabila faktor-faktor
yang mempengaruhinya berubah, maka konsumen akan melakukan pertimbangan kembali
dalam keputusan pembeliannya. Keputusan yang menjadi pertimbangan konsumen
meliputi keputusan tentang : jenis produk, bentuk produk, merek produk, jumlah
produk, waktu pembelian, dan cara pembayaran. Jika dikaitkan dengan fast
food, maka dalam proses pengambilan keputusan pembeliannya juga melalui
beberapa tahap. Dimana, proses keputusan pembelian tersebut berkaitan dengan
beberapa keputusan, terutama keputusan tentang merek produk dan penjualan.
Setiap merek atas produk dan penjualan suatu perusahaan, memiliki keunikan dan
kekhasan tersendiri, yang dapat membedakannya dengan para pesaing. Pada kondisi
demikian, akhirnya akan dapat ditemui adanya konsumen yang berperilaku setia
kepada merek atau kepada penjualan tertentu.
Restoran
fast food umumnya merupakan restoran asing yang masuk ke Indonesia dalam
bentuk kemitraan bisnis dengan pola franchise. Pihak franchisor
mempunyai produk atau jasa yang ingin dijual dan atau memilih untuk tidak
memperluas usahanya sendiri, tetapi menjual haknya (paten) untuk menggunakan nama produk atau
jasanya kepada franchisee yang menjalankan usahanya secara semi
independen. Franchisor menyediakan paket yang mencakup pengetahuan dari
usahanya, prosedur operasi, penyediaan produk dan cara-cara promosi penjualan. Franchisee
membayar sejumlah uang (royalty fee) kepada franchisor,
menyediakan restoran (tempat), mengadakan persediaan dan peralatan
operasi. Franchisee membayar
royalti yang bervariasi sekitar 8%-15%, dihitung berdasarkan omzet (West,
1980:75). Beberapa restoran yang menggunakan pola bisnis franchise,
seperti : KFC (Kentucky Fried Chicken), McD (McDonald’s),
TFC (Texas Fried Chicken) dan lain–lain.
Restoran
fast food di Bali akhir-akhir ini
terus berkembang rata-rata 35,01% per tahun, hingga saat ini jumlahnya mencapai
18 buah dan lebih dari 75% berlokasi di Denpasar dan Badung (Dinas Perindag
Bali, 2003). Perkembangan tersebut mendorong para pengusaha untuk bersaing dan
berlomba-lomba merebut pangsa pasar, sekalipun dalam situasi pariwisata Bali
yang krisis seperti saat ini. Segmen pasar dan target pasar sasaran restoran fast
food di Bali sebagian besar adalah pasar lokal dari semua golongan dan
hanya sedikit tamu asing. Bagi tamu asing, tempat makan seperti ini biasanya
merupakan pilihan terakhir di negaranya, karena terkait dengan isu kesehatan.
Kondisi persaingan tersebut menuntut kombinasi strategi pemasaran yang tepat,
untuk mencapai pasar sasaran. Pasar sasaran fast food meliputi pasar
pelanggan sekarang dan pasar pelanggan baru (calon pelangan). Jadi peningkatan
pangsa pasar memerlukan peningkatan volume penjualan yang relatif melebihi
pesaing dengan jalan mempertahankan pasar pelanggan sekarang dan merebut pasar
pelanggan baru. Target pasar sasaran tersebut tidak akan tercapai tanpa
disertai dengan penetapan kombinasi strategi bauran pemasaran yang tepat.
Bauran pemasaran yang dimaksud yaitu : produk (product), harga (price),
saluran distibusi (place), promosi (promotion), karyawan (people),
fasilitas fisik (pisycle evidence) dan proses (process) yang
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar, sehingga restoran mendapat
keuntungan melalui kepuasan konsumen yang melebihi harapannya (McCarthy dalam
Kotler, 1994:98). Dengan demikian kepuasan konsumen akan terbentuk setelah
terjadi transaksi yang saling menguntungkan antara pembeli dan penjualnya.
Jika
dilihat dari jumlah penduduk Bali pada tahun 2002 yaitu sebanyak 3.090.497
jiwa, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 1,02% per tahun (BPS Bali, 2003),
maka pertumbuhan jumlah restoran fast
food lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Kendati demikian
keberadaan restoran dibandingkan dengan jumlah penduduk masih sangat besar,
yaitu rata-rata sebesar 1 : 350 jiwa. Di sisi lain, jumlah konsumen di industri
fast food di Bali dalam satu tahun terakhir, cenderung meningkat tiap
bulan dengan pertumbuhan rata-rata 12%. Artinya bahwa, pertumbuhan kapasitas
jasa restoran fast food, belum mampu mengimbangi lonjakan konsumen.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa bisnis semacam ini memiliki kecendrungan
pasar yang menguntungkan. Tabel 1.1 berikut ini menyajikan secara rinci
statistik perkembangan jumlah penduduk Bali dan jumlah restoran fast food lima
tahun terakhir, sebagai berikut :
Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Penduduk dan Restoran Fast
Food di Bali, Tahn 1998 s/d 2002
Tahun
|
Penduduk
|
Restoran Fast Food
|
||
Jumlah (jiwa)
|
Perubahan (%)
|
Jumlah (buah)
|
Perubahan (%)
|
|
1998
|
2.938.500
|
-
|
6
|
-
|
1999
|
2.960.966
|
0,76
|
8
|
33,33
|
2000
|
2.998.770
|
1,28
|
15
|
87,50
|
2001
|
3.048.317
|
1,65
|
17
|
13,33
|
2002
|
3.090.497
|
1,38
|
18
|
05,88
|
Jumlah
|
15.037.050
|
5,08
|
64
|
140,05
|
Rerata
|
3.007.410
|
1,02
|
13
|
35,01
|
Sumber : BPS. Bali dan Dinas Perindag
Bali, 2003
Lonjakan
konsumen fast food berkorelasi dengan perubahan pola konsumsi dan sikap
penduduk sekitarnya dalam hal cara atau kebiasaan makan mereka. Kenyataan di
atas menjadi menarik untuk diteliti secara empiris, terutama yang berkaitan
dengan beberapa variabel atau
faktor-faktor yang menyebabkan kenapa konsumen tertarik dan memutuskan untuk
makan di restoran cepat saji (fast food). Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa kecendrungan konsentrasi lokasi restoran fast food dan
konsumennya adalah di Denpasar dan Badung. Demikian halnya dengan McDonald’s di
Bali, yang saat ini berjumlah 6 buah, semuanya berada di wilayah Denpasar dan
Badung.
Lokasi
usaha McDonald’s biasanya memanfaatkan posisi di salah satu sudut perempatan
dan lokasi-lokasi tersebut adalah : di New Dewata Ayu, Sanur, Kuta Square, Time
Zone Kuta, Galeria dan Jimbaran. Kendati demikian, segmen pasar dan target
pasar sasaran McDonald’s secara geografis tidak hanya monopoli penduduk
setempat, walaupun jumlahnya relatif kecil, juga menyasar masyarakat yang
berdomisili di luar Badung dan Denpasar. Informasi dari manajemen McDonald’s
menyebutkan bahwa jumlah konsumen McDonal’s setiap hari rata-rata sebanyak 500
orang dan 80% diantaranya dari luar Badung dan Denpasar. Konsumen McDonald’s
dipilih sebagai objek penelitian, mengingat : tampilan luar McDonald’s lain
dari yang lain, fasilitas layanan di McDonald’s lebih banyak selain sebagai
tempat makan, hasil pengamatan sementara di lapangan ditemukan kesan dari
sejumlah konsumen bahwa keamanan mengkonsumsi McDonald’s lebih baik
dibandingkan fast food lainnya. Oleh sebab itu, penelitian ini dibatasi untuk konsumen
restoran fast food McDonald’s di Bali.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang masalah di atas, maka yang dijadikan pokok masalah
dalam penelitian ini adalah :
1.2.1. Bagaimanakah pengaruh faktor
psikografi terhadap keputusan pembelian
konsumen McDonald’s di Bali?
1.2.2. Variabel mana dari variabel-variabel
psikografi yang dominan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
Mc.Donald’s di Bali?
1.2.3. Kebijakan pemasaran apa yang harus
dikembangkan oleh manajemen Mc.Donald’s, sehubungan dengan hasil analisis
pengaruh faktor psikografi terhadap keputusan pembelian konsumen tersebut ?
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Untuk mengetahui pengaruh faktor
psikografi terhadap keputusan pembelian
konsumen McDonald’s di Bali
1.3.2. Untuk mengetahui variabel mana dari
variabel-variabel psikografi yang dominan mempengaruhi keputusan pembelian
konsumen Mc.Donald’s di Bali.
1.3.3. Untuk mengetahui kebijakan pemasaran apa
yang harus dikembangkan oleh manajemen Mc.Donald’s, sehubungan dengan hasil
analisis pengaruh faktor psikografi terhadap keputusan pembelian konsumen
tersebut.
1.4.
Manfaat Hasil Penelitian
1.4.1. Sebagai bahan kajian bagi manajemen /
praktisi restoran fast food di Bali khususnya McDonald’s, apakah
strategi pemasaran yang dikembangkan khususnya di Bali selama ini sudah sesuai
dengan harapan dan pertimbangan pembelian konsumennya. sepatu blackmaster
1.4.2. Sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen
restoran fast food khususnya
McDonald’s, dalam menetapkan strategi / kebijakan yang saling menguntungkan
dan mampu mendorong pertumbuhan
restorannya secara berkesinambungan serta memberikan kepuasan sesuai harapan
konsumennya.
1.4.3. Sebagai referensi bagi pihak-pihak lain
yang berminat melakukan penelitian dalam kajian keputusan pembelian konsumen
khususnya tentang restoran fast food terutama McDonald’s.
Terimakasih Atas Kunjungannya
Judul: Contoh skripsi tentang restoran
Ditulis oleh Belajar Online Shop
Rating Blog 5 dari 5
Item Reviewed: Contoh skripsi tentang restoran
Semoga artikel Contoh skripsi tentang restoran ini bermanfaat bagi saudara. Silahkan membaca artikel kami yang lain.
Judul: Contoh skripsi tentang restoran
Ditulis oleh Belajar Online Shop
Rating Blog 5 dari 5
Item Reviewed: Contoh skripsi tentang restoran
Semoga artikel Contoh skripsi tentang restoran ini bermanfaat bagi saudara. Silahkan membaca artikel kami yang lain.
0 komentar:
Post a Comment
Komentar anda sangat berguna untuk perkembangan blog anda dan blog ini. Anda mendapat backlink GRAATIS , Silahkan Berkomentar...