Wednesday, July 27, 2011

Analisis Kelayakan Investasi Guna Meningkatkan Kualitas Jasa pada Taman Wisata Pemandian Wendit di Kabupaten Malang

Kata kunci : Study Kelayakan, Investasi, Jasa

Dalam melaksanakan sebuah usulan proyek dibutuhkan sebuah penilaian kelayakan investasi. Ini dilakukan untuk memberikan gambaran awal apakah usulan proyek tersebut layak ataukah tidak proyek tersebut direalisasikan. Langkah ini diperlukan, mengingat kondisi negara atau daerah dimasa mendatang yang penuh dengan ketidakpastian dapat mempengaruhi iklim investasi.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode study  kasus, yang bertujuan menjelaskan konsep analisis kelayakan investasi di Taman Wisata Pemandian Wendit di Kabupaten Malang. Sedangkan dalam menganalisis data, menggunakan metode penilaian investasi Net Present Value (NPV).
Berdasarkan metode tersebut, diperoleh suatu kesimpulan bahwa investasi di taman wisata pemandian wendit Kabupaten Malang sebesar Rp. 73.711.749.273 dengan tingkat bunga sebesar 16%, dinyatakan tidak layak. Hal ini berdasarkan perhitungan Net Present Value (NPV) menunjukkan angka negatif yakni sebesar  Rp. -37.984.380.380.










model pengembangan pola karir pegawai di telkom Jatim

ABSTRAK
Fenomena globalisasi pada abad 21 saat ini merupakan era baru peradaban manusia yang
ditandai dengan perubahan yang begitu cepat dalam berbagai sendi kehidupan. Sains dan
teknologi (khususnya teknologi informasi) berkembang sangat pesat sehingga
mengakibatkan terjadi perubahan pola hidup manusia. Dalam era globalisasi dunia seolah
menjadi tanpa batas (boundarless) yang ditandai dengan adanya perdagangan bebas (free
trade) antar pelaku global. Implikasi dari era tersebut ialah munculnya kondisi pasar yang
semakin kompetitif, tingginya tuntutan pelanggan khususnya yang berkaitan dengan
kualitas produk dan ketetapan logistik, pemenuhan hak paten, faktor lingkungan, product
life cycle yang kian pendek ditinjau dari dimensi waktu, dan inovasi produk yang
semakin meningkat. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi tersebut strategi
yang perlu ditempuh oleh akademisi dan pelaku bisnis ialah pengembangan SDM. Arah
pengembangan SDM tersebut ialah terciptanya SDM yang berkualitas dan profesional
sehingga mampu bersaing dalam menghadapi era pasar bebas. Berkait dengan itu, dalam
rangka melayani transformasi yang begitu cepat dan akurat guna memenuhi tuntutan akan
kebutuhan informasi sains, teknologi, ekonomi, dan bisnis, maka PT. Telekomunikasi
sebagai BUMN yang strategis sudah saatnya mengakses tuntutan tersebut untuk
memenuhi kepuasan layanan para pelanggannya. Dengan demikian, SDM PT. Telkom
diharapkan memiliki kemampuan mengantisipasi persaingan (competitive competencies),
kemampuan profesional yang tinggi, proaktif, adaptif, inovatif, disiplin, berintegrasi
tinggi, jujur, berwawasan bisnis, dan mampu menyesuaikan diri terhadap kemajuan sains,
teknologi, dan persaingan bisnis. Strategi pengembangan SDM di PT. Telkom
dilaksanakan melalui enam tahapan proses manajemen SDM, yaitu (1) Perencanaan
SDM, (2) Iklim organisasi, (3) Sistem imbal jasa dan penghargaan, (4) Rekrutasi, seleksi,
dan penempatan, (5) Pengembangan karir, dan (6) Manajemen kinerja. Salah satu strategi
pengelolaan SDM di perusahaan yang mampu meningkatkan semangat dan gairah kerja
seseorang adalah pola karir. Sistem pengembangan pola karir yang tepat mampu
memberikan arah bagi karyawan untuk pengembangan dirinya. Sistem pengembangan
pola karir yang tepat mampu mempercepat pencapaian tujuan organisasi. Sebagai
perusahaan telekomunikasi yang sangat besar, PT. Telkom telah menyadarinya dengan
baik sehingga dibuatlah sistem pengembangan pola karir bagi pegawai PT. Telkom yang
tertuang pada Surat Keputusan Direksi PT. Telkom No. KD.21 /PS 180/SDM/12/98
tanggal 11 September 1998 tentang pola karir pegawai. Namun dalam perkembangan 5
(lima) tahun berjalan tersebut penerapan sistem pola karir pegawai ini justru terjadi
percepatan kenaikan jenjang karir bagi pegawai yang beprestasi. Akibat dari percepatan
jenjang karir ini terjadi penumpukan (penggelembungan) pada level tengah (middle
management).
Pada sisi yang lain, secara esensial PT. Telkom digerakkan menuju hirarki piramid.
Penggelembungan level tengah ini mengakibatkan struktur organisasi PT. Telkom tidak
sesuai dengan hirarki piramid, sehingga dikhawatirkan dalam beberapa tahun ke depan
visi, misi dan tujuan organisasi tidak tercapai. Berdasar latar belakang di atas, rumusan
masalah dalam penelitian ini ialah model apakah yang sesuai untuk pengembangan pola
karir pegawai di PT. Telkom Divisi Regional V Jawa Timur yang mengacu pada hirarki
piramid tanpa mengabaikan kepentingan individu pegawai. Berdasarkan hasil kajian
teoritis dan kondisi di lapangan dapat disimpulkan (1) Pengembangan pola karir pegawai
PT. Telkom Divre V Jawa Timur harus mengacu pada kompetensi pegawai yang berdasar
pada CBHRM (Competency Based Human Resources Management), (2) Mengadakan
penyempurnaan pada sistem imbal jasa yang berorientasi pada kinerja, skill, knowledge,
dan kompetensi yang dimiliki pegawai dan mengacu pada band posisi dan band individu,
(3) Perlu dilakukan restrukturisasi organisasi yang menyangkut bidang-bidang yang
memerlukan spesialisasi, seperti bidang hukum, pengembangan bisnis, performansi, dan
keuangan, (4) Penugasan pegawai ke anak perusahaan/perusahaan afiliasi yang dapat
berbentuk diperbantukan, dipekerjakan, kontrak manajemen, dan diangkat. Saran yang
diajukan dari hasil penelitian ini ialah (1) PT. Telkom Divre V Jawa Timur hendaknya
lebih transparan dalam pengelolaan kinerja pegawai, penilaian kinerja, job requirement,
assessment competencies, terutama dalam hal pemberian imbal jasa berdasarkan
kompetensi, (2) Perlu dibentuk lembaga internal PT. Telkom Divre V Jawa Timur yang
lebih independen dalam melakukan penilaian kompetensi, yang terdiri dari ahli (pakar)
kompetensi dan pengukuran kompetensi, (3) Dalam melaksanakan Model Pengembangan
Pola Karir Pegawai seyogyanya PT. Telkom Divre V Jawa Timur tetap konsisten dalam
mengimplementasikan aturan-aturan yang berlaku, (4) Perlu adanya pengkajian lebih
lanjut secara intensif khususnya dalam mengimplementasikan model hipotetik yang
ditawarkan peneliti yaitu restrukturisasi organisasi yang mengarah pada struktur
organisasi yang lebih flat.

Tuesday, July 26, 2011

ANALISIS KUALITAS LAYANAN YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PELANGGAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP BEHAVIORAL INTENTIONS

ANALISIS KUALITAS LAYANAN YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PELANGGAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP BEHAVIORAL INTENTIONS

Dalam era globalisasi persaingan bisnis baik di pasar domestik maupun di pasar internasional (global) sangat ketat. Perusahaan yang ingin berkembang dan bertahan hidup (survive) harus dapat memberikan kepada pelanggan produk berupa barang atau jasa yang bermutu lebih baik, harga lebih murah, penyerahan lebih cepat dan pelayanan yang lebih baik daripada pesaingnya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Kepuasan pelanggan (terutama dibidang jasa) menjadi hal utama dan menjadi keharusan agar perusahaan tetap sukses, baik ditingkat operasional, manajerial maupun strategik.

Keunggulan suatu jasa tergantung pada keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut. Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan (Kotler, 1997). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukan dilihat dari persepsi penyedia jasa melainkan berdasarkan persepsi pelanggan.

Dalam konteks pengukuran variabel kualitas pelayanan, perasuraman, Zeithaml dan Berry (1988) mengidentifikasikan lima dimensi ukuran kualitas layanan yaitu reliability (keandalan), responsiveness (daya tangkap), assurance (jaminan), tangibles (bukti langsung), dan empathy (empati). Pengukuran semacam ini dikenal sebagai model (SERVQUAL). Dabhokar, et al. (1996) mengajukan dimensi ukuran kualitas jasa pada bisnis ritel yang meliputi physical aspect, reliability, personal interaction, problem solving dan policy yang merupakan kombinasi dari literatur ritel dan SERVQUAL.

Engel, et al. (1995) mengatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli setelah alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil sama atau melampaui harapan pelanggan. Kepuasan pelanggan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dibanding harapannya (Kotler, 1997).

Bisnis ritel meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis ( Kotler, 1997). Hal ini berarti bahwa bisnis ritel merupakan bagian dari saluran distribusi yang berperan sebagai penghubung antara kepentingan produsen dengan konsumen.

Dalam era perdagangan bebas ini, perusahaan ritel lokal atau nasional perlu meningkatkan daya saingnya. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam peningkatan daya saing, yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan kualitas produk yang dijual, peningkatan kualitas pelayanan, peningkatan kualitas manajemen dan peningkatan efisiensi.

Mengingat arti pentingnya kualitas jasa dalam bisnis ritel maka perlu dikaji terlebih dahulu bagaimana kualitas jasa yang dilaksanakan pada perusahaan ritel lokal atau nasional, sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dan dapat bersaing dengan perusahaan ritel asing.

<strong>Permasalahan</strong>
Berdasarkan pada paparan latar belakang penelitian tersebut diatas, maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut :
<ol>
<li>Apakah physical aspect, reliability, personal interaction, problem solving, dan policy berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan pada konsumen supermaket.</li>
<li>Apakah kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap behavioral intentions pada konsumen supermaket. </li>
</ol>
<strong>Tujuan Penelitian</strong>
Sejumlah tujuan yang melandasi dilaksanakannya penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
<ol>
<li>Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh physical aspect, reliability, personal interaction, problem solving, dan policy terhadap kepuasan pelanggan pada konsumen supermarket.</li>
<li>Untuk menganalisis besarnya pengaruh kepuasan pelanggan terhadap behavioral intentions pada konsumen supermarket.</li>
</ol>


<strong>DAFTAR PUSTAKA</strong>


Arbuckle, J.L. (1997), AMOS User Guide. Version 3.6, Chicago : Small Waters Corporation

Arikunto, Suharsimi (1998), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta.

Assakdiyah, S. dan Indarti (1999), “ Evaluasi Terhadap Kualitas Pelayanan Usaha Jasa Transportasi Kota Di Kotamadya Yogyakarta”, Laporan Penelitian, Yogyakarta: Kopertis Wilayah V DIY

Assael Henry (1992), Consumer Behavior And Marketing Action, 4 Th, Kent Publishing Company, Boston

Bitner, Mary Jo (1990), “ Evaluating Service Encounters : The Effects Of Physical Surrounding And Employee Responses,” Journal Of Marketing, April, P. 69 – 82

Cooper, D.R. and C.E. Emory (1995), Business Research Methods, Fifth Edition, Richard D. Irwin, Inc

Cronin, Joseph Jr. and A. Taylor (1992), “ Marketing Services Quality : A Reexamination And Extention”, Journal Of Marketing, Vol 56, July, P. 55 – 68

……., (1994), SERVPERF versus SERVQUAL : “Reconciling Performance Based And Perceptions – Minus - Expectations Measurement Of Service Quality”, Journal Of Marketing, Vol 58, January, P.125 – 131

Cronin, Joseph Jr, Brady, M.K., Hult, G. Tomas M. (2000) “ Assessing The Effect of Quality, Value and Customer Satisfaction on Consumer Behavioral Intentions in Service Environment”. Journal of Retailing volume 76 (2) pp. 193-218.

Dabholkar, P.A., D.I Thorpe and J.D. Rentz (1996), “ A Measure Of Service Quality For Retail Stores : Scale Development And Validation”, Journal Of Academy Marketing Science, Vol 24 , No.1,P. 3 – 16.

Dabholkar, P.A., Sherpherd, C. D., Thorpe, D.I. (2000) “ An Investigation of Critical Conceptual and Measurement Issues Through a Longitudinal Study” Journal of Retailing, vol. 76 (2) pp. 139-173.


Dharmanesta, B.S. (1981), Azas-Azas Marketing, Edisi Kedua, Yogyakarta, Liberty

Engel, JF. Blackwell, Rogen D. and Paul W. Miniard (1995), Customer Behavior, Eighth Edition, The Dryden Press, Harcount Brace College Publishers.

Ferdinand, A. (2000), Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Fornell, C. J.D. Michael, A.W. Eugene, C Jaesung and B.E. Barbara (1996),” The American Customer Satisfaction Index : Natural, Purpose And Finding”, Journal Of Marketing, Vol 60, October, P.7 – 18

Gujarati, Damodar (1997), Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa Sumarno Zein, Erlangga, Jakarta.

Hadi, S. (1987), Metodologi Research, Jilid I, Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM

Handriana, T (1998), Analisis Perbedaan Harapan Kualitas Pelayanan Pada Lembaga Pendidikan Tinggi Di Surabaya”, Tesis, Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UGM

Kotler, Philip (1997). Marketing Management : Analysis, Planning, Implementations, And Control, 9 Th Ed Engle Wood Cliffs, N.J : Prentice Hall International, Inc

Loudon, DC and Della Bitta, Albert J.(1993) Customer Behavior, Concept And Application, Mc. Graw Hill Company, New York

Mantra, I.B. dan Kasto (1989), “Penentuan Sampel”, M. Singarimbun Dan S Effendi (Ed), Metode Penelitian Survai, Yogyakarta : LP3ES

Maholtra, Naresh K. (1996), “ Marketing Research, An Applied Orientation”, Second Edition, Prentice Hall Inc, New Jersey

Madu, N.C Kueh C.H and Jacob A.R. (1996),” An Empirical Assessment Of The Influence Of Quality Dimensions On Organizational Performance”, International Productions Research, Vol 34, No.7, P.1943 – 1962

Mc Dougall, G.H.G. And Levesque. T. (2000) “ Customer Satisfaction with Services : Putting Perceived Value into The Equation “. Journal of Service Marketing vol. 14 no.5 pp. 392-410

Parasuraman, A.,V.A Zeithaml, and L.L Berry (1985), “ A Conceptual Model Of Service Quality And Implication For Future Research”, Journal Of Marketing, Vol.49, P. 40 – 50

….. , (1988), “SERVQUAL : A Multiple Item Scale For Measuring Consumer Perceptions Of Service Quality”, Journal Of Retailing, Vol 64. (1) P. 12 – 40

…. , (1994), Reassessment Of Expectation As a Comparation Standard In Measuring Service Quality: Implication For Further Research”, Journal Of Marketing, Vol 58, Januari, P. 111 – 124

…. , (1996), “The Behavior Consequences Of Service Quality”, Journal Of Marketing, Vol 60, P. 31 – 46

Sekaran, U (1992), Research Methods For Business : A Skill Building Approach, 2 nd Ed, New York : John Wiley And Sons. Inc

Swastha Basu Dan Handoko Hani T (1987), Manajemen Pemasaran, Analisa Perilaku Konsumen, Edisi 2, Liberty Yogyakarta



Stanton, W.J. M.J. Etzal, and B.J. Walker (1994), Fundamental Of Marketing, New York : Graw – Hill, Inc

Subhas, Sharma (1996), Applied Multivariate Techniques, John Wiley and Sons, USA.

Sugiyono (1999), Metode Penelitian Bisnis, Alpabeta, Bandung.

Taylor, A. Steven, Baker, L.Thomas (1994), “An Assessment Of The Relationship Between Service Quality And Customer Satisfaction In The Formation Of Consumers Purchase Intention”, Journal Of Retailing, Vol 70, No 2, P. 163 – 178

Teas, Kenneth, R (1993),” Expectations, Performance Evaluating, And Consumers Perceptions Of Quality”, Journal Of Marketing, Vol 57, October, P. 18 – 34

Tjiptono, Fandi (1996), Manajemen Jasa, Yogyakarta : Penerbit Andi

…. , (1997), Prinsip-Prinsip Total Quality Service, Yogyakarta : Penerbit Andi

Tse, D.K. and P.C. Wilton (1989), “ Models Of Consumers Satisfactions Formation:An Extention,” Journal Of Marketing Research, P. 204 – 212

Woodside G Arch, F.L. Lisa, D.T.Robert (1989),”Linking Service Quality, Customer Satisfaction, And Behavioral Intention”, Journal Of Health Care Marketing”, Vol 9, No.4, December, P. 5 – 17

ANALISIS KEPUASAN KOMPENSASI SEBAGAI PEMBENTUK KOMITMEN KARYAWAN PADA ORGANISASI, PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI KERJA

ANALISIS KEPUASAN KOMPENSASI SEBAGAI PEMBENTUK KOMITMEN KARYAWAN PADA ORGANISASI, PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI KERJA (Suatu Kajian terhadap Karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Pasuruan)

Era globalisasi telah melanda berbagai aspek kehidupan manusia, dimana dunia semakin menyatu, tidak bisa lagi kejadian di suatu negara tertutup bagi dunia luar, teknologi informasi dan komunikasi telah merangsang perubahan hubungan antar bangsa yang tidak bisa lagi dibatasi dengan tembok tapal batas suatu negara.

Globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang telah dilahirkan oleh kemajuan jaman. Dalam bidang perekonomian hal ini membawa dampak yang cukup besar bagi industri-industri di Indonesia baik itu industri perdagangan, manufaktur maupun jasa.

Kondisi tersebut menuntut suatu organisasi atau perusahaan untuk senantiasa melakukan berbagai inovasi guna mengantisipasi adanya persaingan yang semakin ketat. Organisasi di abad-21 seperti saat ini dituntut untuk mempunyai keunggulan bersaing baik dalam hal kualitas produk, servis, biaya maupun sumberdaya manusia yang profesional.

Untuk mewujudkan hal tersebut sumberdaya manusia memegang peranan yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian dan pengkajian yang lebih dalam, karena bagaimanapun juga manusialah yang akhirnya menentukan dan memprediksikan keberhasilan atau kegagalan suatu kebijaksanaan, strategi, maupun langkah-langkah kegiatan operasional yang siap dilaksanakan (Unarajan,1996).

Selain sumber daya manusia sebagai salah satu unsur yang sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi, disisi lain juga sebagai makhluk yang mempunyai pikiran, perasaan kebutuhan dan harapan-harapan tertentu. Hal ini sangat memerlukan perhatian tersendiri karena faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi prestasi, dedikasi dan loyalitas serta kecintaan terhadap pekerjaan dan organisasinya (Hasibuan, 1990 : 222).

Keadaan ini menjadikan sumberdaya manusia sebagai aset yang harus ditingkatkan efisiensi dan produktivitasnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka perusahaan harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong dan memungkinkan karyawan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta ketrampilan yang dimiliki secara optimal. Salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh perusahaaan untuk menciptakan kondisi tersebut adalah dengan memberikan kompensasi yang memuaskan. Menurut Handoko (1993:156), suatu cara meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan adalah dengan memberikan kompensasi.
Pentingnya kompensasi sebagai salah satu indikator kepuasan dalam bekerja sulit ditaksir, karena pandangan-pandangan karyawan mengenai uang atau imbalan langsung nampaknya sangat subyektif dan barangkali merupakan sesuatu yang khas dalam industri (Fraser,1992 : 56). Tetapi pada dasarnya adanya dugaan adanya ketidakadilan dalam memberikan upah maupun gaji merupakan sumber ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang pada akhirnya bisa menimbulkan perselisihan dan semangat rendah dari karyawan itu sendiri (Strauss dan Sayles, 985 : 321).

Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Kemudian program kompensasi juga penting bagi perusahaan, karena hal itu mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumberdaya manusia atau dengan kata lain agar karyawan mempunyai loyalitas dan komitmen yang tinggi pada perusahaan (Handoko,1993 : 155)

Michael dan Harold (1993 : 443) membagi kompensasi dalam tiga bentuk, yaitu material, sosial dan aktivitas. Kompensasi material tidak hanya berbentuk uang, dan tunjangan melainkan segala bentuk penguat fisik (phisical reinforcer), misalnya fasilitas parkir, telepon dan ruang kantor yang nyaman. Sedangkan kompensasi sosial berhubungan erat dengan kebutuhan berinteraksi dengan orang lain. Bentuk kompensasi ini misalnya rekreasi, pembentukan kelompok-kelompok pengambil keputusan, daan kelompok khusus yang dibentuk untuk memecahkan permasalahan perusahaan. Sedangkan kompensasi aktivitas merupakan kompensasi yang mampu mengkompensasikan aspek-aspek pekerjaan yang tidak di sukainya dengan memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas tertentu. Bentuk kompensasi aktivitas dapat berupa “kekuasaan” yang dimiliki seorang karyawan untuk melakukan aktivitas di luar pekerjaan rutinnya sehingga tidak timbul kebosanan kerja. Ketiga bentuk kompensasi tersebut, akan dapat memotivasi karyawan baik dalam pengawasan, prestasi kerja, keanggotaan, keamanan, pengembangan pribadi maupun komitmen terhadap perusahaan.
Hal tersebut sejalan dengan tujuan kompensasi yang pada dasarnya untuk mendorong para karyawan meningkatkan prestasi kerja mereka. Untuk mencapai hal tersebut maka kompensasi yang diterima harus dapat menimbulkan kepuasan bagi mereka. Untuk itu, prinsip-prinsip dalam pemberian kompensasi seperti kewajaran, keadilan, keamanan, kejelasan, pengendalian biaya, keseimbangan, bersifat merangsang karyawan dan kesepakatan harus diperhatikan. Dengan tercapainya kepuasan karyawan yang mereka dapatkan dari kompensasi tersebut, pada akhirnya akan menciptakan kepuasan kerja sehingga dapat meningkatkan komitmen dan prestasi kerja karyawan.

Dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli perilaku menunjukkan bahwa faktor utama ketidakpuasan kerja karyawan adalah kompensasi yang tidak sesuai dengan harapan karyawan (Mobley dalam Dee Birbaun, 1993 : 4). Disamping itu adanya ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterima dapat menimbulkan perilaku negatif karyawan terhadap perusahaan dan dampak job withdrawal yang bisa dilihat dari menurunnya komitmen yang pada akhirnya akan menurunkan prestasi kerjanya (Noe,1994 : 135).

Kondisi ini menuntut suatu perusahaan untuk mengembangkan performance-nya, dan hal itu harus didukung pula oleh karyawan yang profesional dan memiliki loyalitas serta dedikasi yang tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, maka pemberian kompensasi yang memuaskan dapat mengurangi timbulnya turnover dan absenteeisme. Dengan meningkatkan komitmen karyawan pada organisasi dan melibatkan karyawan dalam kegiatan organisasi maka hal ini akan dapat mengurangi adanya turnover dan absenteeime (Mark John,1995:49 -58).

Disamping itu, efek lain dari ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya adalah dampak psikologis yang dialami oleh karyawan yang ingin pindah dari perusahaan. Keinginan tersebut tentunya tidak mudah unntuk diwujudkan mengingat berbagai kondisi yang tidak tau kurang memungkinkan bagi karyawan untuk pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, misalnya kondisi persaingan di pasar kerja yang semakin ketat, birokrasi serta aturan internal yang ada dalam perusahaan itu sendiri. Akhirnya bentuk ketidakmampuan mereka untuk keluar tersebut diwujudkan dengan tidak peduli terhadap pekerjaan mereka serta tidak merasa bertanggung jawab terhadap kemajuan perusahaan atau dengan kata lain, mempunyai komitmen serta job involvement yang rendah terhadap perusahaan.

Hal ini tentu saja membawa dampak yang sangat tidak menguntungkan bagi perusahaan karena karyawan yang mempunyai komitmen dan job involvement yang rendah akan menghasilkan prestasi kerja dan produktivitas yang rendah pula. Kondisi karyawan seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena dengan komitmen dan job involvement yang rendah, karyawan tidak bisa mencurahkan seluruh jiwa, perasaan dan waktu mereka untuk kemajuan perusahaan yang pada akhirnya perusahaan tersebut akan kehilangan daya saing.

Oleh karena itu sikap karyawan atas kepuasan kerja, Job involvement, dan komitmen pada organisasi telah menjadi kepentingan yang mendesak bagi kepentingan ahli-ahli psikologis industri dan manajemen sumber daya manusia karena hal itu membawa dampak bagi perilaku karyawan pada perusahaan dan prestasi kerjanya. (Robbins,1993)

Job involvement sering melibatkan identifikasi dengan pekerjaan, aktif berpartisipasi dalam pekerjaan, dan merasa prestasi kerjanya penting bagi harga dirinya. (Blau,1985; Robinowitz & Hall, 1977) Komitmen organisasi berkaitan dengan identifikasi dan loyalitas pada organisasi dan tujuan-tujuannya (Blau & Boal dalam Knoop,1995 : 643).

PT Bank Rakyat Indonesia sebagai salah satu bank pemerintah semakin dituntut untuk meningkatkan performancenya, dan hal itu harus didukung pula oleh karyawan yang profesional dan memiliki loyalitas serta dedikasi yang tinggi. Untuk mencapai hal tersebut maka pemberian kompensasi yang memuaskan dapat mengurangi timbulnya turnover, dan absenteeisme. Di samping itu efek lain dari ketidakpuasan karyawan menimbulkan dampak psikologis yang dialami karyawan yang ingin pindah dari perusahaan. Keinginan tersebut tentunya tidak mudah untuk diwujudkan mengingat sebagai karyawan bank pemerintah pindah ke perusahaan lain tidak mudah. Maka salah satu bentuk ketidakmampuan mereka untuk keluar terse
but diwujudkan dengan tidak peduli terhadap pekerjaan serta tidak merasa bertanggung jawab terhadap kemajuan perusahaan atau dengan kata lain mempunyai komitmen dan job involvement yang rendah. PT Bank Rakyat Indonesia sebagai salah satu bank pemerintah sangat mengharapkan komitmen yang tinggi dari para karyawannya sehingga seluruh jiwa, perasaan dan waktu mereka harus disumbangkan demi kemajuan perusahaan atau dengan kata lain mempunyai prestasi kerja yang tinggi.

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini mengambil judul “ Analisis Kepuasan Kompensasi Sebagai Faktor Pembentuk Komitmen Karyawan Pada Organisasi, Pengaruhnya Terhadap Prestasi Kerja (Suatu Kajian Terhadap Karyawan PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Pasuruan).”

<strong>LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN </strong>
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
<strong>BAB II KAJIAN PUSTAKA </strong>
2.1 Kajian Empirik
2.2 Kajian Teoritik
2.3 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
2.5 Model Hipotesis
<strong>BAB III METODE PENELITIAN</strong>
3.1 Jenis Penelitian
3.2 Populasi dan Sampel
3.3 Data dan Sumber Data
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.5 Metode Pengukuran Data
3.6 Operasionalisasi Variabel Penelitian
3.7 Pengujian Instrumen
3.8 Metode Analisis
3.9 Uji Asumsi Klasik
3.10 Uji Statistik

<strong>DAFTAR PUSTAKA </strong>

<strong>DAFTAR PUSTAKA
</strong>
Bernardin H., John and Russel, Joyce C.A. (1993), Human Resources Management : An Experimental Approach, Mc. Graw Hill inc. Singapura

Buchanan, dalam Garry Dessier, Organization Theory, Prentice Hall, 1992

Coscio, Waynel F. (1991), Applied Psychology In Personel Management, Pretince Hal Ind. Inc.

Clierrington, David J. (1994), Organization Behavior ; The Management of Individual and Organizational Performance, A Division of Simon of Schulter inc.

Dharma, Agus, 1985, Manajemen Prestasi Kerja, Edisi Pertama, Rajawali, Jakarta

Davis, Keith & Frederick, William, (1980), Business and Society, Fifth Edition, Mc.Graw-Hill, Japan

Despande, P. Satish, Jacoob Joseph, Variation in Compensation Pecisions by Managers :Aan Empirical Investigations, The Journal of Phsycolology, 128 (1)

Fraser, T.M., Stress dan Kepuasan Kerja, Seri Manajemen No. 14, Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta, 1992

Handoko, T. Hanni (1994), Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta

Hariman, Theo & Hilgert, Raymaond.L, 1982, Concept and Practices of Management, Third Edition, Southy Western Publishing co, Cincinnati, Ohio

Hasibuan, S.P. Malayu, Manajemen Sumber Daya Manusia, Dasar dan Kunci Keberhasilan, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1994

Irving, P. Gregory, John P. Meyer, Reexamination of the Met – Expectations Hypothesis : A Longitudinal Analysis, Journal of Applied Psycology, Vol. 79, no. 6

Kamus Besar Indonesia, Balai Pusataka, Jakarta, (1989)

Knoop, Robert, Relationships Among Job Involvement, Job Satisfaction, and Organisational Commitment for Nurse, The Journal of Psychology,1995,126(6), 643-649

Lincoln, James.R, (1989), Employee Work Attitudes and Management Practice in the USA and Japan : Evidence From A Large Comparative Survey, California Management Review, 32 (1)

Lopez, Elsa, 1982, A Test of The Self-Consistency : Theory of The Job Performance-Job Satisfaction Relationship, Akademy of Management Journal, Vol. 25, No. 2

Locke, Edwin A, Latham, Garry P, Evez, Miriam, 1988, The Determinat of Goal Commitment, Akademy of Management Rview

Matheiu, John E. and james L. farr, Further Evidence for the Discriminat Validity of Measures of Orginizational commitment, Job involvement, and Job satisfaction, Journal of Applied Psychology, 1991, vol.76

Michael, Leibunon and Weintein, Harold P. (1993), Money is Everything, Annual Report HR.

Mitchel T.R. (1982), People in Organization : in Introduction to Organization Behavior, MC. Graw Hill Book Comp. Tokyo

Mondy, R. Wayne and Noe, Robert M. (1993), Human Resources Management, Allyn & Bacon

Mowday R.t (1982), Employ Organization Linkages : The Psychology of Commitment Abstein, and Turn Over, Academic, inc, London

Musanef, Leonard, (1980), Human Resource Development : The Hand Book of Human Resource Development, Second Edition, Canada

Noe, Raymond A., Hollenbech, John & Gerhart, Barry & Wright, Patriek, M (1994). Human Resources Management : going A Competitive Advantage, Riehard D. Irwin. Inc.

O’Reilly, Charles and Chatman, J.(1986), Organizational Commitment and Psychological Atachment : The Effects of Compliance, Identification and internationalization on prosocial Behavior, Journal of Applied Psychology, Vol.71

Rao, T.V, (1986), Performance Appraisal Theory and Practice, terjemahan L. Mulyana, Penilaian Prestasi Kerja Teori dan Praktek, Seri Manajemen, No.9, Pt. Pustaka Binaman Pressindo

Robbins, SP. (1993), Organization Behavior : Consept, Convensus, & Application, Prelince Hall. Ind. Inc.

Sekaran, Uma (1988), Organizational Behavior: Text and Cases, Mc. Graw-Hill Publishing Company Ltd, New Delhi

Steers, RM and Porter, L. W. (1983), Motivation and Work Behavior, Accademic Press, New York.

Sherman, Arthur, et. Al. (1996), Managing Human Resources, South-Western College Publishing, Cincinnati, Ohio

Somers, Mark John, Organizational Commitment, Turnover, and Absenteeisme : An Examination of Direct and Indirect Effects, Journal of Organizational Behaviour, Vol.16, Januari, 1995

Strauss, George, dan Leonardo Sayler, Manajemen Personalia : Segi manusia dalam organisasi, Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta, 1990

Syarif, Rusli, 1987, Teknik Manajemen Latihan dan Pengembangan, Angkasa, Bandung

Unarajan, D. Dominikus, Sumber Daya Manusia dalam Bisnis Global, Suara Pembaharuan, 27 Januari 1996

Studi kelayakan proyek dalam membuat Usaha

Studi kelayakan proyek dalam membuat Usaha

27 January 2009 No Comment
ASPEK PEMASARAN
Produk yang dihasilkan oleh wirausaha adalah barang atau jasa yang akan dipergunakan
atau dibeli oleh masyarakat. Oleh sebab itu sebelum menentukan produk apa yang akan dihasilkan, maka seorang wirausaha harus mengetahui kondisi pasar terhadap barang dan jasa yang ditawarkan dan mengetahui kebutuhan permintaan dan penawaran, kejelasan informasi tentang- persaingan, informasi tentang perkembangan harga, saluran distribusi dan rencana pemasaran dari produk tersebut.
Penetapan Kebutuhan Pasar
Untuk mengetahui tentang kebutuhan konsumen, diperlukan adanya kegiatan survey atau observasi (pengamatan). Kegiatan ini bertujuan mengumpulkan semua data dan informasi di lapangan yang berhubungan dengan bidang usaha yang akan dijalankan, sehingga ditemukan hal-hal yang memungkinkan tumbuh berkembangnya kegiatan ekonomi baru.
Berikut adalah contoh pengumpulan data untuk membuka usaha di bidang perdagangan disuatu lingkungan perumahan tertentu, misalnya:
• Jumlah Rumah 800 unit,
• Jumlah KK 800 Orang,
• Rata-rata Pendapatan Rp. 1.000.000/Bulan,
• Jumlah Kendaraan Penghuni 400 KK,
• Jumlah Toko Barang Konsumsi 2 Unit,
• Jumlah Toko Kue 1 Unit
• dan seterusnya.
Hasil pengamatan ini dapat memberikan informasi tentang kemungkinan adanya peluang usaha yang terdapat di pemukiman tersebut, antara lain: bengkel mobil, toko kelontong, agen minyak, gas, minuman, wartel, pengusaha mebel, cuci mobil, las pagar, salon, foto copy dan lain-lain. Bidang usaha perdagangan eceran/ retail (toko) juga dapat dipilih.
Alasannya karena dalam wilayah yang melayani 800 KK tersebut hanya terdapat dua toko. Selanjutnya perlu juga dicari informasi dari instansi atau pihak pengelola perumahan atau kelurahan setempat. Contoh: Jumlah rumah siap huni 850 rumah Dalam pembangunan 750 rumah Rencana total rumah 3.500 rumah Atas dasar data itu, sejak dini sudah dapat diantisipasi kemungkinan pengembangan usahanya dimasa mendatang.
Permintaan dan Penawaran
Kelangsungan suatu kegiatan usaha akan tergantung pada adanya kebutuhan atau permintaan atas barang dan Jasa. Untuk mengetahui berapa besar kebutuhan utama diperlukan pengumpulan data untuk dilakukan perhitungan-perhitungan guna kegiatan usaha yang akan dilakukan, misalnya :.
• Jumlah KK 500
• Pendapat rata-rata/per-bulan Rp. l00.000
• Prosentase biaya hidup dibandingkan pendapatan adalah 80 % atau Rp. 80.000,-
• sedangkan rata-rata biaya hidup utama (beras dan lauk-pauk) adalah 60 % dari total biaya hidup 0.6 x Rp. 80.000,- = 48.000,-
• Pendapatan yang dibelanjakan dilingkungan sendiri adalah 40 % dari biaya hidup
utama atau 0,4 x Rp. 48.000,- = Rp. 19.200,-
Data itu menghasilkan kemungkinan belanja di lingkungan sendiri, misalnya 40 % kepada pedagang keliling (lauk pauk) dan sisanya 60 % ke toko kebutuhan hidup sehari hari atau sebesar 0,6 x Rp. 19.200,- = Rp.11.520, - karena itu, potensi permintaan kebutuhan hidup utama sehari-hari yang dapat dipenuhi melalui belanja toko adalah Rp. 11.520,-. Disamping itu perlu pula pengamatan atas kedua toko yang ada di kawasan tersebut untuk mengetahui besarnya nilai dagangan kemampuan jual serta karakter pembeli (misalnya barang yang laku dan yang kurang laku). Jika hasilnya menunjukan hanya sebagian kecil potensi permintaan yang dapat digarap, maka masih terdapat peluang membuka usaha baru yang menjual kebutuhan hidup sehari-hari. Contoh :
• Potensi Permintaan Rp. 57.600.000,-
• Potensi Penawaran Rp. 30.000.000,-
• Berarti terdapat potensi/peluang pasar Rp. 57.600.000 - Rp. 30.000.000 =
27.600.000,-
Analisa Persaingan
Bisnis adalah persaingan. Lebih-lebih usaha / toko yang akan dibuka usaha itu bukan satu-satunya toko yang ada. Oleh karena itu, perlu melakukan pengamatan dan pendataan yang detail terhadap toko-toko dilokasi tersebut. Pengamatan dan pendataan misalnya menunjukkan sebagai berikut:
• Dalam waktu dekat belum ada rencana usaha baru yang serupa.
• Harga jual barang lebih mahal dari harga supermaket, dan prosentase keuntungan
rata- rata 20 %.
• Kedua toko itu tidak punya fasilitas antar barang.
• Pemasok barang mendatangi toko.
Kesimpulannya, peluang pasar yang hendak diambil tidak diganggu oleh pesaing baru. Melalui pasokan langsung dari Distributor, diperoleh harga yang lebih murah dan bersaing. Upaya untuk menang bersaing dapat dilakukan pula dengan menerapkan system swalayan dan memberikan pelayanan pengiriman barang sampai jarak maksimal 2 km dari toko bebas biaya antar. Melalui strategi ini, akan diperoleh konsumen baru, disamping dapat menarik konsumen dari pesaing.
Perkembangan Harga
Satu yang amat penting, dan harus dicermati dalam dunia usaha adalah perkembangan harga jual dari barang yang diproduksi atau diperdagangkan. Keberhasilan seorang pengusaha diukur dari kecepatannya memperoleh informasi tentang perkembangan harga barang, yang dapat berbeda hanya karena perbedaan waktu dan tempat. Mereka yang dapat memanfaatkan informasi tersebut dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar dari pesaingnya.
Saluran Distribusi
Distribusi barang dari produsen ke konsumen adalah suatu mata rantai untuk meluaskan pasar. Dimulai dari yang terdekat dengan produsen, yaitu distributor, agen, sampai pengecer. Makin dekat ke produsen, harga yang diperoleh makin rendah, tetapi dengan jumlah pembelian yang besar. Makin Jauh dari produsen harga yang diperoleh makin mahal. Sebagai upaya memperoleh harga yang lebih murah, perlu menjalin kerja sama yang baik dengan agen dan distributor.
Rencana Pemasaran
Rencana pemasaran menyangkut promosi dan cara mengenalkan produk kepada konsumen. Selain itu rencana pemasaran yang baik juga penting untuk meyakinkan penyandang dana bahwa usaha yang akan dijalankan punya prospek yang menguntungkan, sehingga penyandang dana tertarik untuk menanamkan modalnya pada usaha tersebut.

Jepang kembangkan kecepatan internet hingga 32 MILIAR Kbps

Sebuah teknologi optik baru sedang diujicoba di Jepang. Dahsyatnya, teknologi itu mampu mencapai kecepatan 30 Terabit per detik (Tbps) atau lebih dari 32 Miliar Kbps.

Uji coba itu telah dilakukan oleh KDDI R&D Labs bersama National Institute of Information and Communications Technology (NICT) di Jepang. Teknologi yang diujicoba memanfaatkan transmisi bernama OFDM alias orthogonal frequency division multiplex.


Sekadar pembanding, kecepatan koneksi internet saat ini masih jauh "sangat jauh" dari yang dicapai dalam ujicoba tersebut. Kecepatan 500 kilobit per detik (Kbps), misalnya, sudah termasuk lumayan untuk penggunaan normal sehari-hari. Sedangkan rata-rata kecepatan internet di dunia, berdasarkan data akhir 2008, adalah 1.5 Mbps atau 1500 Kbps.

Nah, 30 Terabit per detik itu kurang lebih setara dengan 32 miliar kilobit per detik. Dengan kecepatan seperti ini, per detiknya data yang sanggup dikirimkan mencapai 3,9 juta MB, atau hampir 1.000 keping DVD film per detiknya.

Ujicoba itu dilakukan pada jarak 240 kilometer, artinya bukan sekadar ujicoba jarak dekat. Rencananya KDDI akan mengkomersialkan teknologi ini pada 2012.

Monday, July 25, 2011

Tips Badan Segar Ketika Puasa

1. Berbuka dan sahur dengan menu sehat seimbang.

Porsi makanan untuk berbuka dan sahur sebaiknya terdiri atas karbohidrat 50-60 persen, protein 10-20 persen, lemak 20-25 persen, ditambah vitamin dan mineral dari sayur dan buah. Selain vitamin dan mineral, serat yang terkandung dalam buah dan sayuran bermanfaat memperlancar buang air besar (BAB). Keluhan susah BAB sering terdengar di awal-awal puasa.

2. Jangan lupa minum cukup cairan.

Pedoman minum minimal 8 gelas sehari juga berlaku saat kita berpuasa. Minumlah 3 gelas di waktu sahur dan 5 gelas lagi saat berbuka sampai sebelum tidur. Minum minuman isotonik bervitamin di antara waktu-waktu itu bila perlu.

3. Atur dan cermati porsi pembagian makan.

Puasa sebenarnya cuma memindahkan waktu makan. Biasanya sarapan, makan siang, dan makan malam, di bulan Ramadan menjadi saat buka dan sahur. Pembagian makan selama puasa adalah 50 persen saat berbuka dan sesudah salat magrib, 10 persen setelah salat tarawih, dan 40 persen pada waktu sahur.

4. Pilih menu yang bisa segera menaikkan gula darah saat berbuka.

Menu yang bisa dipilih pada waktu buka adalah minuman atau makanan manis, misalnya teh manis, kurma, atau kolak pisang. Makanan manis mengandung karbohidrat sederhana yang mudah diserap dan segera menaikkan kadar gula darah yang turun karena 14 jam berpuasa. Setelah salat magrib, konsumsilah makanan lengkap sehat seimbang: nasi atau pengganti nasi, ayam/ikan/daging, tahu/tempe, sayuran, dan buah.

5. Siapkan camilan sehat.

Buat yang hobi ngemil, bisa menyiapkan camilan berupa buah-buahan atau roti yang dimakan setelah salat tarawih.

6. Jangan lupa sahur

Konsumsi hidangan sahur seperti waktu buka, namun dengan porsi lebih kecil. Jangan tinggalkan makan sahur karena sahur yang baik membuat puasa tidak terasa berat. Asuplah makanan dengan kadar protein tinggi agar tinggal di lambung lebih lama. Makanan berprotein tinggi perlu proses pencernaan dan penyerapan yang lebih lama bila dibandingkan dengan makanan berkarbohidrat tinggi, sehingga kita tidak cepat merasa lapar.

7. Siapkan makanan yang praktis sebelum tidur malam.

Siapkan buah yang bisa langsung diasup seperti pisang, jeruk, atau apel yang sangat bermanfaat pada saat Anda buru-buru sahur menjelang imsak. Jangan lupa minum air secukupnya. Dengan demikian, kita tetap mendapat manfaat sahur dan tubuh tetap segar sepanjang siang.

8. Tubuh perlu penyesuaian.

Memang akan terjadi stres fisik pada minggu pertama berpuasa. Mungkin akan timbul rasa lelah, pusing, dan lain-lain. Terimalah itu sebagai hal yang wajar. Bekerjalah sesuai kemampuan pada saat puasa karena tubuh harus melakukan penyesuaian atau adaptasi. Aturlah kegiatan dan pekerjaan sesuai kemampuan saat berpuasa. Jangan memaksakan diri, tapi jangan pula puasa dijadikan alasan tidak bisa berpikir dan menurunnya produktivitas.

9. Ada keringanan

Bila Anda menderita sakit dan puasa akan memberikan dampak buruk pada kesehatan tubuh, konsultasilah dengan dokter apakah boleh berpuasa atau tidak. Ada keringanan bagi mereka yang tidak bisa berpuasa dengan melakukan fidyah atau amalan lainnya pada saat bulan Ramadan.

Selamatkan Danau TOBA!!

Danau Toba, siapa yang tidak mengenal danau luas yang ada di dataran tinggi Karo di Provinsi Sumatera Utara? Setiap orang yang telah datang ke dataran tinggi Karo tidak lengkap rasanya apabila tidak mengunjungi Danau Toba. Danau yang luas tersebut membentang dari Balige di selatan sampai Tongging di utara sepanjang 100 km, dengan lebar 30 km. Dengan pemandangannya yang indah, Danau Toba telah sejak lama menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Di tengah danau ini ada pulau yang namanya Pulau Samosir. Konon menurut legenda beberapa marga Batak yang berasal dari Pulau Samosir, seperti marga Sidabutar, Pulau Samosir adalah pulau dimana semua keturunan Batak berasal, entah sampai dimana kebenaran dari legenda tadi. Yang jelas, marga Sidabutar berasal dari Pulau Samosir ini.

Menurut catatan geologis dari Wikipedia, Danau Toba sebenarnya adalah kaldera raksasa hasil letusan gunung api purba yang meletus lebih dari 75.000 tahun yang lalu, yang kemudian membentuk danau, sedangkan puncak gunung api tersebut sudah punah karena letusan besar yang terjadi pada masa lalu. Kaldera itu kemudian terisi air dan menjadi danau seperti kita lihat sekarang ini.

Dengan topografi yang curam pada hampir semua sisi sekitar danau, maka dengan sendirinya semua aliran dari daerah tangkapan air sekeliling danau masuk ke dalam danau, sehingga Danau Toba amat rentan terhadap pencemaran limbah rumah tangga, maupun limbah dari kegiatan pertanian dan peternakan dari permukiman di sekelilingnya. Untuk mengurangi beban limbah rumah tangga yang mengalir ke danau, maka diperlukan pengolahan limbah pada kota-kota sekitar Danau Toba. Di Parapat sendiri sudah ada pengolahan limbah yang dibangun pemerintah pusat, tapi sayang belum secara optimal dimanfaatkan.

Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi beban limbah tersebut, antara lain dengan membangun instalasi pengolahan limbah di setiap kota dan permukiman sekeliling Danau Toba. Upaya yang tidak mudah dan tidak murah. Namu, dengan dukungan semua fihak, berbagai kendala tersebut mestinya bisa diatasi, agar kelestarian dan keindahan Danau Toba tetap terjaga dengan baik.

Tidak hanya limbah permukiman, limbah pertanian serta peternakan babi juga perlu diperhatikan agar tidak mencemari Danau Toba. Dalam kaitan ini, upaya dari Yayasan Perkumpulan Pencinta Danau Toba yang diketuai Prof. Midian Sirait itu sudah banyak melakukan upaya penyelamatan, antara lain dengan menghimbau pemerintah provinsi Sumater Utara untuk melakukan tindakan tegas terhadap masyarakat dan perusahaan-perusahaan bermodal besar yang menanamkan modalnya dalam bisnis peternakan di sekitar Danau Toba.

Mengingat bahwa Danau Toba dikeliling oleh tujuh Kabupaten, para bupati diharapkan tunduk kepada Peraturan Daerah yang menyangkut ekosistem danau Toba. Jika ego para bupati hanya sekedar untuk mendapatkan keuntungan ekonomi sesaat, maka Danau Toba akan tinggal kenangan.

Mana yang akan anda pilih, keuntungan ekonomi sesaat atau masa depan Danau Toba?

10 Negara Populasi Penduduk Tergemuk di Dunia

Kegemukan tidak hanya menjadi masalah di negara maju, bahkan di negara paling miskin sekalipun banyak yang mengalaminya. Banyak faktor yang mempengaruhinya, mulai dari kurang olah raga hingga diet yang tidak sehat

Badan kesehatan dunia WHO menetapkan, seseorang bisa dikatakan mengalamioverweight atau kegemukan jika memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari atau sama dengan 25 kg/m2. Jika IMT sudah melebihi 30 kg/m2, maka bisa dikategorikan obesitas.

Saat ini WHO mencatat, 1 dari 3 orang di seluruh dunia memiliki masalah kegemukan sedangkan 1 dari 10 orang mengalami obesitas.

Jika tidak ada upaya untuk memperbaiki gaya hidup dan pola makan, diperkirakan jumlah penderita kegemukan akan mencapai 2,3 miliar pada tahun 2015. Angka ini cukup tinggi karena menyamai jumlah penduduk China, ditambah Amerika dan seluruh Eropa.

Masalah kegemukan juga bukan monopoli negara maju yang umumnya terlalu makmur untuk berolahraga berat. Sebuah survei yang dilakukan Globalpost sepanjang 1 dasawarsa terakhir menunjukkan, beberapa negara miskin termasuk dalam 10 negara dengan masalah kegemukan paling banyak.

Berikut ini daftar negara paling gemuk berdasarkan persentase warga yang memiliki masalah berat badan, seperti dikutip dari Globalpost, Senin (28/3/2011).

1. Samoa (93,5 persen)
Negara kepulauan yang juga terletak di Samudra Pasifik ini sebenarnya memiliki tradisi diet yang sehat yakni karbohidrat kompleks yang tinggi serat dan rendah lemak. Namun sejak terjadi migrasi orang asing pada masa Perang Dunia II, diet itu berubah dan menjadikan negara ini sebagai negara tergemuk di dunia.

2. Kiribati (81,5 persen)
Antara tahun 1964-2001, impor makanan di salah satu negara termiskin di dunia ini meningkat 6 kali lipat. Makanan yang didatangkan dari negara lain umumnya berupa makanan olahan yang banyak mengandung lemak dan tidak sehat. Tak heran negara kepulauan yang terletak di Samudra Pasifik ini menduduki posisi 'runner up' negara paling gemuk di dunia.

3. Amerika Serikat (66,7 persen)
Sejak tahun 1960-an, 24 persen warga Amerika Serikat sudah mengalami overweight. Kini jumlahnya terus meningkat, hingga 2 dari 3 warganya bisa dikategorikan obesitas. Junk food alias makanan tidak sehat disebut-sebut sebagai pemicu utama kegemukan di Amerika Serikat.

4. Jerman (66,5 persen)
Tidak terlalu mengejutkan jika Jerman masuk salah satu negara paling gemuk, karena warganya cukup dikenal dengan budaya minum bir dan makan masakan berlemak. Dalam upaya menekan jumlah warga yang gemuk, saat ini pemerintah menyediakan buah dan sayuran sebagai cemilan gratis untuk anak sekoilah di negara tersebut.

5. Mesir (66 persen)
Jumlah pengidap masalah kegemukan di Mesir meningkat sejak tahun 1980-an. Sejak masa itu, laju pertumbuan penduduk mulai tidak terkendali sehingga pola makan menjadi tidak sehat. Terlebih dalam tradisi sebagain warganya, perempuan ditabukan untuk berolahraga.

6. Bosnia-Herzegovina (62,9 persen)
Masalah kegemukan tidak hanya terjadi di negara-negara dengan penghasilan perkapita relatif tinggi. Buktinya, Bosnia-Herzegovina yang rata-rata penduduknya masih hidup di bawah garis kemiskinan masuk dalam 10 besar negara paling gemuk. Pemicunya antara lain diet yang tidak sehat, ditambah dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol.

7. Selandia Baru (62,7 persen)
Menurut penelitian dari University of Otago, masalah kegemukan di Selandia Baru dipicu oleh kecanduan menonton TV sejak kecil. Di negara ini, masalah kegemukan lebih banyak dipicu karena kurang olahraga dibandingkan karena terlalu banyak makan.

8. Israel (62,9 persen)
Sebagaimana yang terjadi di beberapa negara maju yang lain, timbunan lemak juga menjadi masalah serius di Israel. Dalam 30 tahun terakhir saja, jumlah penderita obesitas di negara ini sudah meningkat 3 kali lipat.

9. Kroasia (61,4 persen)
Di negara ini, penyakit kardiovaskular menjadi penyebab kematian terbanyak karena salah satu faktor risikonya adalah kegemukan. Wujud keprihatinan terhadap tingginya angka kegemukan, sebuah badan amal di Kroasia pada mencatatkan rekor pembuatan celana jins terbesar di dunia pada Juni 2010. Ukurannya 6 kalu luas lapangan tenis, dijahit dari 8.023 potong jins yang disumbangkan warga.

10. Inggris (61 persen)
Cukup masuk akal jika Inggris masuk 10 besar negara dengan rata-rata IMT tertinggi di dunia, sebab di Eropa sendiri gaya hidup warga Inggris termasuk paling jarang berolahraga. Bahkan rekor manusia paling gemuk pernah dipegang seorang pria Inggris dengan berat badan 680 pound (sekitar 308 kg).

Thursday, July 7, 2011

Manajemen pemasaran 2 Philip Kotler

Kemajuan teknologi baru dan kekuatan pasar baru menciptakan perekonomian baru. Perusahaan dan pemasar perlu menambah alat dan praktik baru jika mereka mengharapkan keberhasilan.
Empat pendorong khusus perekonomian baru adalah digitalisasi dan konektivitas, disintermediasi dan reintermediasi, kustomisasi dan kustomerisasi, dan konvergensi industri. Digitalisasi secara khusus memperkenalkan kapabiliatas baru yang menggembirakan bagi konsumen dan dunia bisnis.

Perekonomian baru menggeser beberapa praktik bisnis perekonomian lama menuju ke pengorganisasian berdasarkan segmen pelanggan (bukannya hanya berdasarkan produk). Berfokus pada nilai masa hidup pelanggan (bukan pada transakai). Berfokus pada para pemercaya (dan bukan hanya pada pemegang saham), membuat semua orang melakukan pamasaran, membangun merek melalui perilaku (bukannya iklan), berfokus pada mempertahankan pelanggan (sebanyak memperoleh pelanggan), mengukur kepuasan pelanggan, dan menyedikitkan janji tetapi memberikan lebih banyak.

Perusahaan mengadapi banyak pertanyaan dalam mengadopsi e-marketing (pemasar elektronik). Tiga dari antaranya adalah mengetahui cara merancang situs web yang menarik, mengetahui cara beriklan pada web, dan mengetahui cara menyusun model pendapatan dan laba yang sehat bagi bisnis dot com mereka.
Perusahan juga menjadi terampil dalam Manajemen Relasioal Pelanggan(CRM: Customer Relationship Management), yang berfokus pada memenuhi kebutuhan individual para pelanggan yang penting. Keterampilan menuntut pembentukan basis data pelanggan dan melakukan penggalian data untuk melacak tren, segmen dan kebutuhan individual.

Manajemen pemasaran 1 Philip Kotler

Dewasa ini dunia bisnis menghadapi tiga tantangan dan peluang utama: globalisasi, kemajuan teknologi, dan deregulasi.
Pemasaran umumnya dilihat sebagai tugas menciptakan mempromosikan, serta menyerahkan barang dan jasa ke konsumen dan perusahaan lain. Pemasaran ang efektif dapat dilakukan melalui banyak bentuk. Bisa berbentuk entrepreneurial, terformulasi, atau intrepreneurial; dan pemasaran memasarkan banyak jenis entitas: barang, jasa, pengalaman, acara khusus (event), orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi, gagasan.

Para pemasar merupakan orang-orang yang terampil dalam mengelola permintaan: Mereka berusaha untuk mempengaruhi tingkat, waktu, dan komposisi permintaan. Untuk melakukan itu, mereka menghadapi sekelompok keputusan, mulai dari yang besar seperti ciri apa yang seharusnya dimiliki sebuah produk sampai ke hal yang kecil seperti warna kemasan, Mereka juga beroperasi dalam empat pasar yang berbeda: pelanggan, perusahaan, global, dan nirlaba.

Bagi tiap-tiap pasar sasaran yang dipilih, perusahaan mengembangkan tawaran pasar yang diposisikan dalam pikiran pembeli sebagai memberikan beberapa manfaat tertentu. Para pemasar harus memahami kebutuhan, keinginan, dan permintaan pasar sasaran: Produk atau tawaran akan berhasil jika memberikan nilai dan kepuasan kepada pembeli sasaran. Istilah pasar meliputi berbagai pengelompokkan pelanggan. Dewasa ini ada tempat pasar fisik dan ada ruang-pasar digital, serta ada pula pasar mega (megamarket).

Pertukaran adalah mendapatkan produk yang diinginkan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai imbalan. Transaksi adalah perdagangan nilai antara dua atau lebih pihak: Yang mencakup sekurang-kurangnya dua hal yang berharga, persyaratan yang disepakati satu kesepakatan, dan tempat kesepakatan. Dalam pengertian yang paling umum, pemasar harus berusaha keras mendapatkan tanggapan pihak lain yang berwujud perilaku: pembelian, pemberian suara, keanggotaan aktif keikutsertaan dalam aktivitas kepedulian.
Pemasaran relasional mempunyai sasaran membangun hubungan jangka panjang yang saling memuaskan dengan pihak-pihak utama-pelanggan, pemasok, distributor–supaya bisa memperoleh dan mempertahankan kelebih-sukaan (preferensi) dan bisnis jangka panjang mereka, Hasil terkhir dari pemasaran relasional adalah pembentukan aset perusahaan yang unik dan disebut jaringan pemasaran.

Para pemasar mencapai pasar melalui berbagai saluran komunikasi, distribusi, dan penjualan. Para pemasar beroperasi di lingkungan tugas dan di lingkungan luas. Mereka menghadapi persaingan tawaran dan barang pengganti dari pesaing yang aktual dan potensial. Perangkat alat yang digunakan oleh pemasar untuk mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari pasar sasaran mereka disebut bauran pemasaran.

Ada enam konsep yang bersaing yang digunakan oleh organisasi untuk memilih cara berbisnis yang mereka lakukan: konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan, konsep pemasaran, konsep pelanggan, dan konsep pemasaran masyarakat. Tiga konsep pertama mempunya manfaat yang terbatas dewasa ini. Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai sasaran organisasi adalah menentukan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan pesaing. Konsep itu dimulai dengan pasar yang didefinisikan dengan baik, berfokus pada kebutuhan pelanggan, mengkoordinasikan semua kegiatan yang akan mempengaruhi pelanggan, dan menghasilkan laba dengan cara memuaskan pelanggan, Konsep pelanggan memenuhi kebutuhan individual para pelanggan spesifik dan bertujuan membangun kesetiaan dan nilai selama masa hidup pelanggan.

Konsep pemasaran masyarakat menegaskan bahwa tugas organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pasar sasaran dan memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan pesaing, melalui cara yang dapat mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat. Konsep itu menuntut pemasar untuk menyeimbangkan tiga pertimbangan: laba perusahaan, pemuas keinginan konsumen, dan kepentingan publik.

Diambil dari buku Philip Kotler “Manajemen Pemasaran” Edisi kesebelas, PT Indeks kelompok Gramedia, 2005
 
Copyright © tukang blog
Designer : belajar internet